Pages

SIK Epidemiologi Puskesmas

SISTEM INFORMASI KESEHATAN EPIDEMILOGI DI PUSKESMAS

A. Pengertian SIK (Sistem Informasi Kesehatan)

Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi diseluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) di Indonesia telah dimulai pada akhir dekade tahun 80’ an. Salah satu rumah sakit yang pada waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah Rumah Sakit Husada. Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM.

Namun, tampaknya komputerisasi dalam bidang rumah sakit, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan semua pihak. Ketidak berhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan (Critical Success Factors) dalam implementasi sistem informasi tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam segala hal juga terjadi didunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global.
     Adapun Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah:
  1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan. Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi.
  2. Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Salah satu yang menyebabkan kurang berhasilnya Sistem Informasi Kesehatan dalam mendukung upaya-upaya kesehatan adalah karena SIK tersebut dibangun secara terlepas dari sistem kesehatan.SIK dikembangkan terutama untuk mendukung manajemen kesehatan. Pendekatan sentralistis di waktu lampau juga menyebabkan tidak berkembangnya manajemen kesehatan di unit-unit kesehatan di daerah

B. Pengertian Surveilans.
Ada beberapa pengertian terhadap Surveilans, yaitu sebagai berikut :
  1. Definisi Surveilans menurut Langmuir tahun 1965, adalah kegiatan pengamatan berkelanjutan terhadap tren dan distribusi dari insiden melalui pengumpulan data, pengolahan data, evaluasi data laporan sakit, mati dan data lainnya.
  2. Definisi Surveilans menurut WHO (World Health Organization), adalah kegiatan pengamatan berkelanjutan melalui pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, interpretasi data, serta informasi yang perlu untuk melakukan tindakan (action).

C. Penerapan dan fungsi SIK (Sistem Informasi Kesehatan) terhadap Surveilans.
  • Gambaran SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.
Sistem informasi yang ada pada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang masih
  2. Terbatasnya perangkat keras(hardware) dan perangkat lunak(software)
  3. Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk
  4. Masih belum adanya membudayanya pengambilan keputusan
  5. Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi.
2. Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.

Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.

Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada. Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :

  1. Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
  2. Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.
  3. Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
  4. Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda dari masing-masing bagian.
  5. Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data sering terlambat.
  6. Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan keterlambatan laporan.


Jadi, apabila melihat dari penjabaran di atas maka bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sering menghambat SIK (Sistem Informasi Kesehatan) yang bersifat daerah (SIKDA) maupun nasional (SIKNAS) berdasarkan gambaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan adalah faktor geografis (tempat dan lokasi), human resources medical atau tenaga kesehatan, infrastruktur pendukung (komputer, software, dan lain-lain), dan kebijakan mengenai SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) maupun SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional).

3. Hubungan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans.
Pada poin ke 2 (dua) dan ke 1 (satu) pada bab II, sudah dijelaskan mengenai pengertian dari Surveilans dan SIK (Sistem Informasi Kesehatan). Mengutip pernyataan dari CDC / ATSDR (Center for Diseas Control / Agency for toxic Substance and Disease Regristary) menerangkan bahwa Surveilans atau Surveillance is the ongoing systematic collection, analysis, and interpretations of outcome-spesific data for use in the planning, implementation, and evaluation of public practice.

Sedangkan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan dalam program kesehatan untuk mengumpulkan, mengolah, mengirimkan, dan menggunakan data untuk keperluan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengendalian (pengambilan keputusan).

Dengan melihat, kedua pengertian di atas kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan Surveilans memilki sebuah kesamaan dalam penerapannya. Yaitu sama-sama digunakan untuk melakukan perencanaan (planning) di bidang kesehatan. Di Indonesia Sistem Surveilans Epidemiologi merupakan subsistem dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) dan mempunyai fungsi strategis dalam intelijen penyakit dan masalah kesehatan untuk penyediaan data dan informasi epidemiologi dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.

Jadi, SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans dapat kita gambarkan melalui diagram sebagai berikut :


Akan tetapi, surveilans tidak berjalan secara semestinya seperti pengertiannya. Masih banyak permasalahan yang muncul di tengah-tengahnya. Berdasarkan observasi WHO (World Health Organization), 2004 menemukan beberapa temuan terkait surveilans seperti :
  1. Kurangnya kesadaran akan pentingnya informasi surveilans penyakit dikalangan pengelola program kesehatan, pejabat kesehatan, staf pelayanan kesehatan dan staf surveilans sendiri di semua tingkat.
  2. Informasi surveilans tidak digunakan dalam pengambilan keputusan.
  3. Kualitas data Surveilans tidak memuaskan dan sulit diperbaiki
  4. Tidak dilakukan analisis data surveilans secara memadai.
  5. Penyelidikan kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sembarangan.
  6. Tidak ada motivasi di kalangan staf surveilans untuk meningkatkan kemampuan diri.
  7. Berbagai sistem surveilans penyakit khusus sulit dikoordinasikan dan diintegrasikan.

D. Stategi Pengembangan Sistem informasi Kesehatan Nasional

Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakaan yang telah ditetapkan maka strategi pengembangan SIKNAS adalah :
1. Intregritas sistem informasi kesehatan yang ada
Sistem informasi yang lebih efisien digabungkankan menjadi satu seperti : pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas-otoritas dan mekanisme saling hubung. Dengan integrasi ini diharapkan semua sistem informasi yang bekerja secara terpadudan sinergis membentuk SIKNAS. Pembagian tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang di kumpulkan memiliki validitas dan kualitas yang baik. Otoritas akan menyebabkan tidak adanya duplikasi dalam pengumpulan data, sehingga tidak terdapat informasi yang berbeda-beda mengenai satu hal. Mekanisme saling hubung khususnyadengan Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan akan menjamin dapat dilakukannya pengolahan dan analisis data secara komprehensif.

2. Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan informasi terintegrasi. Pertimbangan akan perlunnya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-masing memilki kekhasan dan kepentingan yang sangat signifikan, yaitu:
• Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, gizi, kesehatan
• Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT kabupaten/kota ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Kesehatan Provinsi ke Departemen kesehatan.

• Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program pemberantasan malaria
• Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi yang sudah berjalan seperti ketenaga kesehatan (Siknakes, sidiklat, dan lain-lain).
• Survei dan penelitian utuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang meliputi baik berskala nasional (seperti survei kesehatan nasional), maupun yang berskala provinsi dan Kab/Kota (SIIPTEK Kesehatan/ jaringan Litbang Kesehatan)

3. Fasilitas pengembangan SIK Daerah Sistem informasi di Puskesmas memilki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan:
• Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung
• Mengolah data
• Membuat laporan berkala ke dinas kesehatan Kabupaten/Kota

• Memelihara bank data
• Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen

• Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan

Kesimpulan :

  1. Bahwa SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan Surveilans.
  2. Hubungan dan saling keterkaitan antara SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans adalah dalam proses kerjanya meliputi aktivitas pengumpulan data, pengolahan data, sampai dengan interpretasi data sebagai sumber informasi dan untuk pengambilan kebijakan kesehatan.
  3. Bahwa SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) merupakan kerangka kerja dari Surveilans.

Saran :

Berdasarkan temuan dari WHO ( World Health Organization ) tahun 2004 mengenai temuan atas Surveilans di Indonesia. Perlunya perbaikan atas kinerja dari tenaga pendukung Surveilans yang bekerja untuk memenuhi informasi untuk SIK (Sistem Informasi Kesehatan). Sehingga bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

TAKWANI SUCI PRESTANTI

SUMBER:

http://upikblogs.blogspot.com/2012/05/pemanfaatan-sik-sistem-informasi.html

http://rizky endah.wordpress.com/2013/12/19/sistem-informasikesehatan.html

0 komentar:

Posting Komentar