Pages

Sistem Informasi Kesehatan Gizi Rumah Sakit

Pada saat ini rumah sakit adalah pusat pelayanan kesehatan sangat penting dalam masyarakat yaitu melakukan sebuah pelayanan harus berdasarkan melalui pendekatan kesehatan (promotiv,preventif,kuratif dan rehabiltatif) dan dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ABSTRAK

Sektor kesehatan merupakan bidang yang kaya informasi ( information-intensive domain). Sayangnya, bidang ini relatif tertinggal dalam menerapkan konsep, aplikasi maupun inovasi pengelolaan informasi untuk mewujudkan pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu tinggi.

Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan Penyebabnya

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah. Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam.

Lingkungan Sehat

Linkungan sehat merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan lingkungan kita bisa terlihat bersih dan sehat.

Pengolahan Sampah

Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia. Tidak hanya di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju, sampah selalu menjadi masalah.

SIK GIZI DI PUSKESMAS

SIK GIZI DI PUSKESMAS


Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah sebuah sistem Informasi yang terintegrasi dan didesain multi user yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses manajemen puskesmas. Dalam implementasinya, Digital Sense telah merilis dua versi sekaligus yaitu berbasis desktop (OS Windows) dan berbasis web (OS Open Source). SIMPUS ini terdiri atas berbagai modul yaitu: Admin Sistem (manajemen user), Loket, Poli BP/umum, Poli Gigi, Lab/Radiologi, Apotek, Poli KIA, UGD, Rawat Inap, Kegiatan Luar Gedung/UKM, Pojok Gizi, Pelayanan KB, Manajemen Aset, dan Kepegawaian. Memungkinkan koneksi online Dinas Kesehatan ke Puskesmas/Pustu secara real time.

Melalui Keputusan Meteri Kesehatan RI Nomor 511 Tahun 2001 tentang kebijakan dan strategi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Nomor 932 tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem informasi kesehatan daerah kabupaten/kota dikembangkan berbagai strategi, yaitu :
  • Integrasi dan simplifikasi pencatatan dan pelaporan yang ada
  • Penetapan dan pelaksaan sistem pencatatan dan pelaporan
  • Fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
  • Pengembangan tekhnologi dan sumber daya
  • Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen dan pengambilan keputusan
  • Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat

Penyelaggara layanan kesehatan masyarakat melalui puskesmas merupakan kegiatan yang membutuhkan proses pencatatan dan pengolahan data yang cukup kompleks. Dibutuhkan suatu sistem informasi yang dapat menangani berbagai macam kegiatan opersional puskesmas mulai dari pengelolaan registrasi pasien, data rekam medis pasien, farmasi, keuangan, hingga berbagai laporan bulanan, tribulanan, dan tahunan. Berbagai laporan eksekutif yang dihasilkan oleeh puskesmas dengan bantuan sistem informasi sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat.


Ditunjang dengan berbagai macam fitur yang memudahkan penggunan (user), antara lain:

  • Tata tampilan tab view menarik
  • Mudah digunakan (User friendly)
  • Laporan lengkap (administrasi ke dinas)
  • Output bisa convert excel dan pdf
  • Fasilitas pencarian data pasien
  • Fasilitas auto backup data


Sistim Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) merupakan tatanan manusia/peralatan yang menyediakan informasi untuk mebantu proses manajemen puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatan.

Tujuan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas

a. Umum
  • Meningkatkan kualitas manajemen puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal data sp2tp dan informasi lain yang menunjang
b. Khusus
  • Dasar penyusunan PTP
  • Dasar penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan poko puskesmas (lokmin)
  • Dasar pemantauan & evaluasi pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas
  • Mengatasi hambatan dalam pelaksaan kegiatan

SIK Epidemiologi Puskesmas

SISTEM INFORMASI KESEHATAN EPIDEMILOGI DI PUSKESMAS

A. Pengertian SIK (Sistem Informasi Kesehatan)

Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi diseluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) di Indonesia telah dimulai pada akhir dekade tahun 80’ an. Salah satu rumah sakit yang pada waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah Rumah Sakit Husada. Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM.

Namun, tampaknya komputerisasi dalam bidang rumah sakit, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan semua pihak. Ketidak berhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan (Critical Success Factors) dalam implementasi sistem informasi tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam segala hal juga terjadi didunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global.
     Adapun Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah:
  1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan. Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi.
  2. Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Salah satu yang menyebabkan kurang berhasilnya Sistem Informasi Kesehatan dalam mendukung upaya-upaya kesehatan adalah karena SIK tersebut dibangun secara terlepas dari sistem kesehatan.SIK dikembangkan terutama untuk mendukung manajemen kesehatan. Pendekatan sentralistis di waktu lampau juga menyebabkan tidak berkembangnya manajemen kesehatan di unit-unit kesehatan di daerah

B. Pengertian Surveilans.
Ada beberapa pengertian terhadap Surveilans, yaitu sebagai berikut :
  1. Definisi Surveilans menurut Langmuir tahun 1965, adalah kegiatan pengamatan berkelanjutan terhadap tren dan distribusi dari insiden melalui pengumpulan data, pengolahan data, evaluasi data laporan sakit, mati dan data lainnya.
  2. Definisi Surveilans menurut WHO (World Health Organization), adalah kegiatan pengamatan berkelanjutan melalui pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, interpretasi data, serta informasi yang perlu untuk melakukan tindakan (action).

C. Penerapan dan fungsi SIK (Sistem Informasi Kesehatan) terhadap Surveilans.
  • Gambaran SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.
Sistem informasi yang ada pada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang masih
  2. Terbatasnya perangkat keras(hardware) dan perangkat lunak(software)
  3. Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk
  4. Masih belum adanya membudayanya pengambilan keputusan
  5. Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi.
2. Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.

Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.

Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada. Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :

  1. Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
  2. Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.
  3. Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
  4. Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda dari masing-masing bagian.
  5. Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data sering terlambat.
  6. Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan keterlambatan laporan.


Jadi, apabila melihat dari penjabaran di atas maka bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sering menghambat SIK (Sistem Informasi Kesehatan) yang bersifat daerah (SIKDA) maupun nasional (SIKNAS) berdasarkan gambaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan adalah faktor geografis (tempat dan lokasi), human resources medical atau tenaga kesehatan, infrastruktur pendukung (komputer, software, dan lain-lain), dan kebijakan mengenai SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) maupun SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional).

3. Hubungan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans.
Pada poin ke 2 (dua) dan ke 1 (satu) pada bab II, sudah dijelaskan mengenai pengertian dari Surveilans dan SIK (Sistem Informasi Kesehatan). Mengutip pernyataan dari CDC / ATSDR (Center for Diseas Control / Agency for toxic Substance and Disease Regristary) menerangkan bahwa Surveilans atau Surveillance is the ongoing systematic collection, analysis, and interpretations of outcome-spesific data for use in the planning, implementation, and evaluation of public practice.

Sedangkan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan dalam program kesehatan untuk mengumpulkan, mengolah, mengirimkan, dan menggunakan data untuk keperluan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengendalian (pengambilan keputusan).

Dengan melihat, kedua pengertian di atas kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan Surveilans memilki sebuah kesamaan dalam penerapannya. Yaitu sama-sama digunakan untuk melakukan perencanaan (planning) di bidang kesehatan. Di Indonesia Sistem Surveilans Epidemiologi merupakan subsistem dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) dan mempunyai fungsi strategis dalam intelijen penyakit dan masalah kesehatan untuk penyediaan data dan informasi epidemiologi dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.

Jadi, SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans dapat kita gambarkan melalui diagram sebagai berikut :


Akan tetapi, surveilans tidak berjalan secara semestinya seperti pengertiannya. Masih banyak permasalahan yang muncul di tengah-tengahnya. Berdasarkan observasi WHO (World Health Organization), 2004 menemukan beberapa temuan terkait surveilans seperti :
  1. Kurangnya kesadaran akan pentingnya informasi surveilans penyakit dikalangan pengelola program kesehatan, pejabat kesehatan, staf pelayanan kesehatan dan staf surveilans sendiri di semua tingkat.
  2. Informasi surveilans tidak digunakan dalam pengambilan keputusan.
  3. Kualitas data Surveilans tidak memuaskan dan sulit diperbaiki
  4. Tidak dilakukan analisis data surveilans secara memadai.
  5. Penyelidikan kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sembarangan.
  6. Tidak ada motivasi di kalangan staf surveilans untuk meningkatkan kemampuan diri.
  7. Berbagai sistem surveilans penyakit khusus sulit dikoordinasikan dan diintegrasikan.

D. Stategi Pengembangan Sistem informasi Kesehatan Nasional

Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakaan yang telah ditetapkan maka strategi pengembangan SIKNAS adalah :
1. Intregritas sistem informasi kesehatan yang ada
Sistem informasi yang lebih efisien digabungkankan menjadi satu seperti : pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas-otoritas dan mekanisme saling hubung. Dengan integrasi ini diharapkan semua sistem informasi yang bekerja secara terpadudan sinergis membentuk SIKNAS. Pembagian tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang di kumpulkan memiliki validitas dan kualitas yang baik. Otoritas akan menyebabkan tidak adanya duplikasi dalam pengumpulan data, sehingga tidak terdapat informasi yang berbeda-beda mengenai satu hal. Mekanisme saling hubung khususnyadengan Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan akan menjamin dapat dilakukannya pengolahan dan analisis data secara komprehensif.

2. Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan informasi terintegrasi. Pertimbangan akan perlunnya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-masing memilki kekhasan dan kepentingan yang sangat signifikan, yaitu:
• Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, gizi, kesehatan
• Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT kabupaten/kota ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Kesehatan Provinsi ke Departemen kesehatan.

• Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program pemberantasan malaria
• Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi yang sudah berjalan seperti ketenaga kesehatan (Siknakes, sidiklat, dan lain-lain).
• Survei dan penelitian utuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang meliputi baik berskala nasional (seperti survei kesehatan nasional), maupun yang berskala provinsi dan Kab/Kota (SIIPTEK Kesehatan/ jaringan Litbang Kesehatan)

3. Fasilitas pengembangan SIK Daerah Sistem informasi di Puskesmas memilki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan:
• Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung
• Mengolah data
• Membuat laporan berkala ke dinas kesehatan Kabupaten/Kota

• Memelihara bank data
• Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen

• Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan

Kesimpulan :

  1. Bahwa SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan Surveilans.
  2. Hubungan dan saling keterkaitan antara SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans adalah dalam proses kerjanya meliputi aktivitas pengumpulan data, pengolahan data, sampai dengan interpretasi data sebagai sumber informasi dan untuk pengambilan kebijakan kesehatan.
  3. Bahwa SIK ( Sistem Informasi Kesehatan) merupakan kerangka kerja dari Surveilans.

Saran :

Berdasarkan temuan dari WHO ( World Health Organization ) tahun 2004 mengenai temuan atas Surveilans di Indonesia. Perlunya perbaikan atas kinerja dari tenaga pendukung Surveilans yang bekerja untuk memenuhi informasi untuk SIK (Sistem Informasi Kesehatan). Sehingga bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

TAKWANI SUCI PRESTANTI

SUMBER:

http://upikblogs.blogspot.com/2012/05/pemanfaatan-sik-sistem-informasi.html

http://rizky endah.wordpress.com/2013/12/19/sistem-informasikesehatan.html

Pengolahan Sampah

Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia. Tidak hanya di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju, sampah selalu menjadi masalah. Rata-rata setiap harinya kota-kota besar di Indonesia menghasilkan puluhan ton sampah. Sampah-sampah itu diangkut oleh truk-truk khusus dan dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah disediakan tanpa diapa-apakan lagi. Dari hari ke hari sampah itu terus menumpuk dan terjadilah bukit sampah seperti yang sering kita lihat.

Sampah yang menumpuk itu, sudah tentu akan mengganggu penduduk di sekitarnya. Selain baunya yang tidak sedap, sampah sering dihinggapi lalat. Dan juga dapat mendatangkan wabah penyakit. Walaupun terbukti sampah itu dapat merugikan, tetapi ada sisi manfaatnya. Hal ini karena selain dapat mendatangkan bencana bagi masyarakat, sampah juga dapat diubah menjadi barang yang bermanfaat. Kemanfaatan sampah ini tidak terlepas dari penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menanganinya.

A. Pengertian Sampah Organik
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Organik adalah proses yang kokoh dan relatif cepat, maka tanda apa yang kita punya untuk menyatakan bahwa bahan-bahan pokok kehidupan, sebutlah molekul organik, dan planet-planet sejenis, ada juga di suatu tempat di jagad raya? sekali lagi beberapa penemuan baru memberikan rasa optimis yang cukup penting. Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).
Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.

B. Jenis-Jenis Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, Sampah organik sendiri dibagi menjadi :

1. Sampah organik basah. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.

2. Sampah organik kering. Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.


 C. Prinsip Pengolahan Sampah
Berikut adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah. Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 4R, yaitu:
a) Mengurangi (bahasa Inggris: reduce)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b) Menggunakan kembali (bahasa Inggris: reuse)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai, buang (bahasa Inggris: disposable).
c) Mendaur ulang (bahasa Inggris: recycle)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industri tidak resmi (bahasa Inggris: informal) dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
d) Mengganti (bahasa Inggris: replace)
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.

D. Pengolahan Sampah
Alternatif Pengelolaan Sampah. Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.
Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.
gambar: pemilahan sampah
 
Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.
Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
Melalui proses dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah. Hara yang terkandung dalam bahan atau benda-benda organik yang telah mati, dengan bantuan mikroba (jasad renik), seperti bakteri dan jamur, akan terurai menjadi hara yang lebih sederhana dengan bantuan manusia maka produk akhirnya adalah kompos (compost).
Setiap bahan organik, bahan-bahan hayati yang telah mati, akan mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Daun-daun yang gugur ke tanah, batang atau ranting yang patah, bangkai hewan, kotoran hewan, sisa makanan, dan lain sebagainya, semuanya akan mengalami proses dekomposisi kemudian hancur menjadi seperti tanah berwarna coklat-kehitaman. Wujudnya semula tidak dikenal lagi. Melalui proses dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah. Hara yang terkandung dalam bahan atau benda-benda organik yang telah mati, dengan bantuan mikroba (jasad renik), seperti bakteri dan jamur, akan terurai menjadi hara yang lebih sederhana dengan bantuan manusia maka produk akhirnya adalah kompos (compost).
Pengomposan didefinisikan sebagai proses biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai agensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Hasil perombakan tersebut disebut kompos. Kompos biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk dan pembenah tanah.
Kompos dan pengomposan (composting) sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai sumber mencatat bahwa penggunaan kompos sebagai pupuk telah dimulai sejak 1000 tahun sebelum Nabi Musa. Tercatat juga bahwa pada zaman Kerajaan Babylonia dan kekaisaran China, kompos dan teknologi pengomposan sudah berkembang cukup pesat.
Namun demikian, perkembangan teknologi industri telah menciptakan ketergantungan pertanian terhadap pupuk kimia buatan pabrik sehingga membuat orang melupakan kompos. Padahal kompos memiliki keunggulan-keunggulan lain yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu kompos mampu: • Mengurangi kepekatan dan kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam penyerapan hara. • Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air sehingga tanah dapat menyimpan air lebih ama dan mencegah terjadinya kekeringan pada tanah.• Menahan erosi tanah sehingga mengurangi pencucian hara. • Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad penghuni tanah seperti cacing dan mikroba tanah yang sangat berguna bagi kesuburan tanah.
Kelebihan Mengolah Sampah Organik
Berikut ini beberapa manfaat pembuatan kompos menggunakan sampah rumah tangga.
o Mampu menyediakan pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan.
o Mengurangi tumpukan sampah organik yang berserakan di sekitar tempat tinggal.
o Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat.
o Menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
o Mengurangi kebutuhan lahan tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
o Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan dan gangguan berupa bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, serta penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.
Kekurangan Mengolah Sampah Organik
Setelah menjadi pupuk kompos, pupuk siap untuk digunakan sebagai penyubur tanah.
Adapun kekurangan pupuk kompos adalah unsur hara relatif lama diserap tumbuhan, pembuatannya lama, dan sulit dibuat dalam skala besar. Oleh karena itu untuk mendukung peningkatan hasil-hasil pertanian diperlukan pupuk buatan.

Lingkungan Sehat

Linkungan sehat merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan lingkungan kita bersih dan sehat. Tidak jarang karena kesibukan dan berbagai alasan lain, kita kurang memperhatikan masalah kebersihan lingkungan di sekitar kita, terutama lingkungan rumah.

Penciptaan lingkungan yang sehat adalah tanggung jawab semua orang termasuk di dalamnya pemerintah melalui kebijakan dan realisasi tindakan nyatanya. Selanjutnya untuk menumbuhkan tanggung jawab tersebut dibutuhkan proses dan juga langkah nyata. Proses dan langkah nyata inilah yang menjadi focus perhatian kita. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih. Syarat-syarat tersebut di antaranya adalah:
AIR BERSIH


Seperti Apa Standar Air Bersih?

     Air jernih yang kita lihat sehari-hari, yang biasa kita minum, apakah sudah bener-benar sehat dan juga layak untuk kita konsumsi? Dari mana kita tahu air tersebut memang bersih. Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.
    Air bersih disini kita kategorikan hanya untuk yang layak dikonsumsi, bukan layak untuk digunakan sebagai penunjang aktifitas seperti untuk MCK. Karena standar air yang digunakan untuk konsumsi jelas lebih tinggi dari pada untuk keperluan selain dikonsumsi. Ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi.

1. Syarat fisik, antara lain:
  • Air harus bersih dan tidak keruh
  • Tidak berwarna apapun
  • Tidak berasa apapun
  • Tidak berbau apaun
  • Suhu antara 10-25 C (sejuk)
  • Tidak meninggalkan endapan
2. Syarat kimiawi, antara lain:
  • Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun
  • Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan
  • Cukup yodium
  • pH air antara 6,5 – 9,2
3. Syarat mikrobiologi, antara lain:
 

    Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.
     Seperti kita ketahui jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai dengan standar tersebut maka yang terjadi adalah akan menentukan besar kecilnya investasi dalam pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih. Dalam penyediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:
a. Aman dan higienis.
b. Baik dan layak minum.
c. Tersedia dalam jumlah yang cukup.
d. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

   
   Parameter yang ada digunakan untuk metode dalam proses perlakuan, operasi dan biaya. Parameter air yang penting ialah parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis yaitu sebagai berikut:
- Parameter Air Bersih secara Fisika
   1. Kekeruhan
   2. Warna
   3. Rasa & bau
   4. Endapan
   5. Temperatur
- Parameter Air Bersih secara Kimia
   1. Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol, protein, deterjen, dll.
   2. Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH, fosfor,belerang, bahan-bahan  

       beracun.
   3. Gas-gas, antara lain: hidrogen sulfida, metan, oksigen.
- Parameter Air Bersih secara Biologi
   1. Bakteri
   2. Binatang
   3. Tumbuh-tumbuhan
   4. Protista
   5. Virus
- Parameter Air Bersih secara Radiologi
   1. Konduktivitas atau daya hantar
   2. Pesistivitas
   3. PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)


     Dengan standar tersebut maka air konsumsi yang kita gunakan akan aman bagi kesehatan kita, karena itu jadilah manusia yang selektif demi kesehatan dan juga keberlangsungan kita. Semoga bermanfaat.

Sumber:
- http://www.presidenri.go.id (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan sistem penyediaan Air minum)
- http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah-lainnya/air-bersih

 JAMBAN SEHAT
Jamban Improved dan Macam Jenis Jamban
    Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen Millenium Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air besar disebut sebagai sanitasi yang antra lain meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MDGs 2010, kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Sedangkan kriteria yang digunakan Joint Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2008, sanitasi terbagi dalam empat kriteria, yaitu ‘improved’, ‘shared’, ‘unimproved’ dan ‘open defecation’. Dikategorikan sebagai ‘improved’ bila penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya tangki septik atau SPAL.


    Pengertin lain terkait jamban menyebutkan bahwa jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran/najis manusia yang lazim disebut kakus atau WC, sehingga kotoran tersebut disimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Kotoran manusia yang dibuang dalam praktek sehari-hari bercampur dengan air, maka pengolahan kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran manusia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat pembuangan air limbah.
 

   Sedangkan menurut WSP (2008) kriterian Jamban Sehat (improved latrine), merupakan fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat :
  • Tidak mengkontaminasi badan air.
  • Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
  • Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang.
  • Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
  • Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna 
    Menurut kriterian Depkes RI (1985), syarat sebuah jamban keluarga dikatagorikan jamban sehat, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Tidak mencemari sumber air minum, untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur (SPT SGL maupun jenis sumur lainnya). Perkecualian jarak ini menjadi lebih jauh pada kondisi tanah liat atau berkapur yang terkait dengan porositas tanah. Juga akan berbeda pada kondisi topografi yang menjadikan posisi jamban diatas muka dan arah aliran  air tanah.  
  2. Tidak berbau serta tidak memungkinkan serangga dapat masuk ke penampungan tinja. Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan menutup lubang jamban atau dengan sistem leher angsa. 
  3. Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter, dengan sudut kemiringan yang cukup kearah lubang jamban. 
  4. Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang ada setempat;
  5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
  6. Cukup penerangan;
  7. Lantai kedap air;
  8. Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
  9. Ventilasi cukup baik, dan
  10. Tersedia air dan alat pembersih.
Terdapat beberapa jenis jamban sesuai bentuk dan namanya, antara lain Azwar (1983) :
1. Pit privy (Cubluk)
    Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah sedalam 2,5 sampai 8 meter dengan diameter 80-120 cm. Dindingnya diperkuat dari batu bata ataupun tidak. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban cemplung berventilasi (ventilasi improved pit latrine)
 
Jamban ini hampir sama dengan jamban cubluk, bedanya menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dari bambu.
 
3. Jamban empang (fish pond latrine) 
Merupakan jamban ini dibangun di atas empang ikan. Sistem jamban empang memungkinkan terjadi daur ulang (recycling) yaitu tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja, demikian seterusnya.

4. Jamban pupuk (the compost privy) 

Secara prinsip jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya, di dalam jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, daun-daunan.

5. Septic tank 

Jamban jenis septic tank merupakan jamban yang paling memenuhi syarat. Tangki septick (septic tank) terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan masuk mengalami dekomposisi. Dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yaitu proses kimiawi dan proses biologis. Pada proses kimiawi, sebagai tinja (60- 70%), akan mengalami penghancuran dan direduksi. Sebagian besar zat-zat padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan di bawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses selanjutnya.
Dalam proses biologis, terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam sludge dan scum. Hasilnya selain terbentuknya gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan influent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Selanjutnya cairan influent dialirkan melalui pipa, untuk dilakukan proses peresapan dalam tanah atau dialirkan melalui pipa pada fasilitas riol kota.

Refference
• Juklak Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), WSP. 2008
• Riskesdas 2010, Depkes RI.
• Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat Jenderal PPM & PL. 2003
• Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan,  Azwar, A. 1983

UDARA SEHAT
Udara yang Sehat
        

    Setiap makhluk hidup di Bumi ini memerlukan udara untuk hidup, termasuk manusia. Udara merupakan komponen yang vital bagi kehidupan. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya kebutuhan manusia, kualitas udara justru semakin buruk.

    Apa yang terkandung dalam udara yang kita hirup setiap saat? Makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, tinggal di lapisan atmosfer Bumi yang paling bawah yaitu troposfer. Kandungan udara pada troposfer terdiri atas Nitrogen (78.17%), Oksigen (20.97%), Argon (0.9%), Karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya seperti Neon, Krypton, Hidrogen, dan Helium.

    Tumbuhan merupakan penghasil oksigen utama di Bumi. Hal ini membuat tumbuhan menjadi aset penting bagi keberlangsungan hidup di Bumi. Akan tetapi, aktivitas manusia semakin mengurangi jumlah tumbuhan penyedia oksigen. Keadaan tersebut dapat dilihat di kota-kota besar yang hampir tidak mempunyai ruang terbuka hijau, luasnya tidak seberapa dibandingkan perumahan dan gedung-gedung beton yang menjulang tinggi. Keberadaan ruang terbuka hijau kini semakin dilupakan.

    Yang termasuk ruang terbuka hijau itu di antaranya taman kota, hutan kota, jalur hijau, halaman rumah, taman atap, kebun binatang, dll. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daun pepohonannya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan “mengikat” air yang jatuh sehingga menjadi cadangan air. Kawasan hijau juga melepaskan anion (ion negatif) lebih besar ketimbang kawasan tanpa pepohonan.

    Berdasarkan data yang ada, konsentrasi anion terbesar bisa ditemukan di hutan rimba atau air terjun, yakni sebesar 50.000 ion/cc udara. Berikutnya di pegunungan dan pantai 5000 ion/cc, pinggiran kota dan tempat terbuka 700 – 1.500 ion/cc, taman kota 400 – 600 ion/cc, jalur hijau di dalam kota 100 – 200 ion/cc, perumahan dalam kota 40 – 50 ion/cc, dan yang terkecil di dalam ruang ber-AC yaitu 0 – 25 ion/cc.
Kandungan anion pada udara memiliki gaya elektromagnetik, yang memudahkan pelekatan anion pada permukaan bakteri dan virus. Proses ini menghasilkan aliran elektromagnetik yang dapat membunuh bakteri dan virus, serta menekan pertumbuhan dan perkembangan bakteri seperti yang terjadi pada proses sterilisasi.
Ion negatif yang terdapat di udara masuk ke tubuh kita melalui jalan pernapasan dan pori-pori kulit. Di dalam tubuh, ion negatif itu akan didistribusikan oleh aliran darah. Salah satu kemampuan yang dimilikinya yaitu menguraikan asam laktat penyebab rasa lelah menjadi zat tak berbahaya berupa air dan ion laktat. Dalam bentuk tersebut, asam laktat akan lebih mudah dibawa ke tempat pembuangan akhir. Jika tidak dibuang, rasa pegal akan terus terasa karena asam laktat terkurung dalam sel.

    Ion negatif juga dapat meningkatkan kerja limpa menghasilkan kekebalan tubuh. Dengan kemampuan tersebut, tubuh akan lebih mampu menghadapi serangan virus. Manfaat lainnya yaitu mengurangi penyakit pernapasan karena berfungsi mengaktifkan gerakan bulu getar hidung, melebarkan saluran napas, menjaga peredaran darah normal, mengurangi kecepatan pernapasan, serta menaikkan kemampuan menyerap dan memanfaatkan oksigen. Oleh karena itulah, kita merasa segar dan damai saat berada dekat air terjun maupun di daerah dengan banyak pepohonan yang rindang.

    Menurut standard dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), standard konsentrasi anion pada udara segar harus melebihi 1000 ion/cc. Berikut ini level pengaruh anion terhadap manusia:
Di bawah 50 ion/cc: secara fisiologis kekurangan
1.000 – 2.000 ion/cc: jumlah yang dibutuhkan untuk menjaga agar tubuh tetap sehat
5.000 – 50.000 ion/cc: peningkatan imunitas dan daya tahan tubuh tercapai
50.000 – 100.000 ion/cc: kematian bakteri, netralisasi bau, detoksifikasi, netralisasi racun
100.000 – 500.000 ion/cc: natural healing tercapai.

    Udara yang mengandung anion terlalu rendah dapat menyebabkan kelelahan, pusing, migrain, gangguan pernapasan, dan depresi. Ion negatif di udara maupun ruangan dengan cepat hilang oleh serapan perabot besi dan plastik, pakaian sintetis, dan saluran alat penyejuk udara (AC), sedangkan barang-barang listrik menghasilkan ion positif.

   Udara tidak dapat diciptakan, hanya dapat didaur ulang. Alam sendiri mempunyai peran dalam pencemaran udara, tetapi teknologi modern menambah sumbangan terhadap pencemaran udara. Sumber pencemar alami yaitu gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, nitrifikasi, dan denitrifikasi biologi. Sumber pencemar dari kegiatan manusia yaitu transportasi, industri, pembangkit listrik, pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar), serta gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC. Sumber-sumber lainnya yaitu transportasi amonia, kebocoran tangki klor, timbulan gas metana dari lahan uruk atau tempat pembuangan akhir sampah, serta uap pelarut organik. Berbagai macam jenis pencemar antara lain: karbon monoksida, oksida nitrogen, oksida sulfur, CFC, hidrokarbon, ozon, dan partikulat.

    Semakin tinggi tingkat polusi, maka kualitas udara menjadi semakin buruk. Padahal kita perlu bernapas dengan udara yang bersih, jernih, dan segar, serta mengandung oksigen elektris atau anion. Tanaman pun dapat terpengaruh oleh tingkat pencemaran udara yang tinggi, terganggu pertumbuhannya, dan rawan penyakit.

    Berdasarkan penelitian, terdapat lima jenis tanaman pohon dan lima jenis tanaman perdu yang bisa mereduksi polusi udara. Pohon-pohon tersebut adalah pohon felicium (Filicium decipiens), mahoni (Swietenia mahagoni), kenari (Canarium commune), salam (Syzygium polyanthum), dan anting-anting (Elaeocarpus grandiforus). Jenis tanaman perdu yang baik untuk mengurangi polusi udara adalah puring (Codiaeum variegatum), werkisiana, nusa indah (Mussaenda sp), soka (Ixora javanica), dan kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Kita dapat menanam jenis-jenis tumbuhan tersebut di sekitar lingkungan kita untuk mengurangi polusi udara.

Dari berbagai sumber: